Saksi Ahli
Mengacu pada teori sintaksis, saksi ahli merupakan gugus kata yang dinamakan kata majemuk. Makna yang dikandung oleh gugus tersebut tidak terlepas dari bentuk leksikalnya, yaitu saksi dan ahli. Oleh sebab itu, sebelum menyelami apa/siapa itu saksi ahli, perlu kita ketahui terlebih dahulu apa itu saksi dan ahli. Berdasarkan KBBI Daring, (1) saksi dimaknai 1– orang yang yang dimintai hadir pada peristiwa yang dianggap mengetahui kejadian tersebut pada suatu ketika, apabila diperlukan, dapat memberikan keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa itu sungguh-sungguh terjadi; 2– orang yang memberi keterangan di muka hakim untuk kepentingan pendakwa atau terdakwa; 3– orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengarnya, dilihatnya, atau dialaminya. Definisi tersebut dapat disimpulkan saksi merupakan seorang yang mempunyai informasi mengenai suatu kejadian tindak pidana yang ia lihat, dengar, dan alami sendiri dapat melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, maupun sentuhan. Keterangan seorang saksi akan menjadi alat bukti apabila keterangan tersebut disampaikan di persidangan. (2) Ahli dimaknai 1– orang yang mahir, menguasai, paham sekali dalam suatu ilmu, orang yang memiliki kemampuan dalam menelaah, menganalisis, menginterpretasi suatu ilmu; 2– mahir benar, sangat mendalam suatu ilmu. Definisi tersebut dapat disimpulkan ahli merupakan orang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Dua bentuk leksikal di atas selanjutnya dibentuk menjadi satu kesatuan gramatikal bentuk majemuk, yaitu saksi ahli. Definisi saksi ahli menurut KBBI Daring adalah orang yang dijadikan saksi karena keahliannya, bukan karena terlibat dengan suatu perkara yang sedang disidangkan. Senada yang disampaikan Lubet (2020) dalam bukunya Expert Testimony: A Guide for Expert Witnesses and Lawyers Who Examine Them, saksi ahli merupakan individu dengan keahlian khusus yang memberikan pendapat profesional di pengadilan untuk membantu hakim dan juri dalam memahami bukti teknis atau ilmiah yang kompleks. Lubet menekankan bahwa kesaksian ahli yang efektif bukan hanya tentang pengetahuan teknis, tetapi juga tentang kemampuan komunikasi yang jelas, etika profesional, dan kesiapan menghadapi pemeriksaan silang. Untuk itu, saksi ahli harus mampu menyampaikan informasi kompleks dengan cara yang dapat dipahami oleh pihak pengadilan, serta menjaga kredibilitas dan integritas selama proses persidangan. Di samping itu, seorang saksi ahli merupakan orang yang mempunyai keahlian khusus tentang kasus yang akan disidangkan menurut keahlian yang dimilikinya melalui jalan pendidikan atau pelatihan khusus yang bersertifikat. Dengan demikian, saksi ahli adalah profesional yang tidak hanya memiliki keahlian teknis, tetapi juga memahami peran mereka dalam sistem peradilan dan mampu menyampaikan pendapat mereka dengan cara yang dapat membantu pengadilan mencapai keputusan yang adil dan tepat.
Peran Saksi Ahli
Peran saksi ahli menurut Lubet (2020): (a) menjelaskan informasi yang bersifat kompleks atau teknis agar dapat dipahami oleh hakim yang umumnya bukan ahli di bidang tersebut. Poin penting adalah the expert’s role is to provide clarity, not advocacy ‘saksi ahli tidak berpihak seperti pengacara, tetapi bertugas memberikan kejelasan objektif atas bukti ilmiah atau teknis. (b) Saksi ahli tidak hanya menyampaikan fakta, tetapi juga menyampaikan opini profesional berdasarkan pelatihan, pengalaman, atau penelitian dalam bidang tertentu. Opini yang diberikan harus dapat diverifikasi secara ilmiah atau metodologis. (c) Saksi ahli harus menjaga integritas, tidak memihak, dan harus jujur tentang keterbatasan keahliannya. Terdapat lima dasar integritas seorang saksi ahli, yaitu kejujuran, kepercayaan, keadilan, kehormatan, dan tanggung jawab. Lima nilai dasar ini menjadi landasan perilaku keilmuan dan diterjemahkan dalam tindakan. Ketika memberikan kesaksian, benarkah dilakukan dengan jujur, dapat dipercaya, obyektif, menjunjung kehormatan, dan tanggung jawab atas apa yang dinyatakan sebagai saksi ahli? Jika yang dilakukan bertentangan dengan integritas di atas, ada tiga kemungkinan yang terjadi, yaitu penyesatan, pengkhianatan, atau pelacuran institusi. Jika bersaksi bukan untuk menyampaikan kebenaran, tetapi untuk memperoleh sejumlah uang, seseorang tersebut dapat diibaratkan dalam sebuah pepatah, I’m selling myself, more often not to the highest bidder, purely for thrill and money. ‘Aku menjual diriku, seringkali bukan kepada penawar tertinggi, semata-mata demi sensasi dan uang’. Poinnya ialah an expert witness must remain independent and should not become an advocate for the side that retained them ‘seorang saksi ahli harus tetap menjaga independen dan tidak menjadi pembela kepada pihak penyewa. (4) Saksi ahli harus mampu menyusun laporan tertulis, menghadiri deposisi, serta memberi kesaksian di pengadilan, termasuk menghadapi pertanyaan silang dari pengacara lawan. Terakhir (5), saksi ahli harus memahami aturan pembuktian, seperti yang dituangkan di dalam Kitab Undang-Undang Pidana (KUHAP).
Saksi Ahli Bahasa
Mendiskusikan saksi ahli bahasa tidak terlepas dari kajian Linguistik Forensik (LF). LF merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari dan mengkaji ilmu bahasa dalam ranah hukum. Cabang linguistik ini mengkaji secara lebih dalam tentang penggunaan bahasa yang digunakan oleh seseorang yang terlibat dalam suatu kasus. Di setiap persidangan, analisis forensik kebahasaan sangat diperlukan. Hal tersebut menyebabkan perlunya kehadiran seorang ahli bahasa yang memahami tentang seluk beluk kebahasaan di suatu persidangan sebagai saksi ahli yang menganalisis kebahasaan yang digunakan oleh seseorang yang terlibat dalam kasus hukum.
Saksi ahli bahasa adalah orang yang dijadikan saksi karena keahliannya di bidang kebahasaan, bukan karena terlibat dalam suatu perkara yang sedang disidangkan. Dalam KBBI Daring, ahli bahasa lebih ditekankan dengan kosakata linguis ‘ahli linguistik’. Kridalaksana (1988) menyebut linguis sebagai individu yang mempelajari bahasa secara ilmiah, menganalisis struktur dan fungsi bahasa, serta berkontribusi pada pemahaman tentang bagaimana bahasa digunakan dan diproses. Sementara Coulthard & Johnson (2007) menggambarkan seorang linguis sebagai seseorang yang dapat memberikan analisis linguistik yang membantu dalam proses hukum, seperti mengidentifikasi penulis dokumen anonim atau menganalisis makna kata-kata dalam dokumen tertentu. Pendapat lain, linguis atau disebut ahli bahasa dapat dikatakan atau dikategorikan sebagai saksi ahli jika ia benar-benar ahli di bidang bahasa dan hukum, memiliki pengetahuan yang terkait dengan isu-isu tertentu, dan memiliki pengalaman yang mumpuni di bidang tersebut (Asmayanti, 2019).
Dalam keterlibatan ahli bahasa di pengadilan, beberapa hal perlu yang diperhatikan, adalah (1) kriteria seperti apakah yang digunakan untuk menentukan kepakaran seseorang sehingga dapat dikatakan ahli bahasa? (2) adakah etika yang harus dipegang oleh seorang ahli bahasa? (3) bagaimana kriteria yang dapat digunakan sebagai ukuran kadar keilmiahan bukti-bukti yang disajikan oleh ahli bahasa? (4) bagaimana cara ahli bahasa menyampaikan bukti-bukti, terutama bukti kebahasaan?. Pertanyaan di atas dijawab oleh sebagai berikut. Yang disebut ahli bahasa forensik harus memiliki (a) latar belakang akademik baik pendidikan formal maupun nonformal di bidang linguistik (b) keterlibatan dalam kasus-kasus hukum sebagai saksi ahli, serta (c) kemahiran dalam menganalisis teks wacana, percakapan, dan bukti bahasa lainnya. Di samping itu, Coulthard dan Johnson menekankan pentingnya etika profesional yang meliputi (a) memberikan analisis yang tidak memihak dan berdasarkan data, (b) menjelaskan metode dan proses analisis secara jelas, (c) menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama investigasi, (d) serta mampu mempertahankan analisis di bawah pemeriksaan silang di pengadilan. Etika ini memastikan bahwa kontribusi ahli bahasa dalam proses hukum dapat dipercaya dan dihormati oleh semua pihak. Berikutnya, untuk menilai keilmiahan bukti yang disajikan, ahli bahasa harus mampu (a) menggunakan metode pendekatan analisis linguistik yang diakui secara akademik, (b) menyediakan bukti yang dapat diperiksa dan diuji oleh pihak lain, serta (c) analisis yang konsisten dengan teori dan praktik linguistik yang berlaku. Senada dengan itu, dalam penyampaian bukti, ahli bahasa harus (a) menghindari jargon teknis yang membingungkan, (b) menunjukkan bukti melalui kutipan langsung atau transkrip, serta (c) menjelaskan bagaimana bukti linguistik mendukung atau menentang argumen dalam kasus. Penyampaian yang jelas dan terstruktur membantu pengadilan memahami nilai bukti linguistik dalam konteks hukum.
Benang merah pada gambaran di atas adalah sebagai berikut. Untuk menjadi seorang saksi ahli bahasa, seorang linguis harus mampu/dapat (a) memahami syarat-syarat tertentu, yaitu memiliki pengetahuan yang mumpuni di bidang ilmu bahasa (dapat dibuktikan dengan sertifikat ahli bahasa), dapat menyajikan keterangan ahli yang reliabel dan relevan dengan isu perkara; (b) menyajikan opini baik secara kualitatif berdasarkan fakta dan data dengan teknik skala semantis maupun dipaparkan dengan menggunakan teknik statistik berupa probabilitas matematis; (c) menyajikan bukti kasus terkait dengan peristiwa komunikasi dan bukti kepengarangan dengan melibatkan semua tataran linguistik, mulai dari fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, semantis, hingga wacana. Dengan kata lain, semua bidang ilmu yang berada di bawah payung linguistik dapat dijadikan landasan untuk melakukan analisis bahasa hukum (Santoso, 2013).
Referensi
Asmayanti, A. (2019). Linguistik forensik: linguis sebagai saksi ahli di persidangan. Ruangguru. com.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring IV. Kemendikdasmen. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/linguis.
Kridalaksana, H. (1988). Pengantar linguistik umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Lubet, S., & Boals, E. I. (2020). Expert testimony: A guide for expert witnesses and the lawyers who examine them (4th ed.). Wolters Kluwer.
Mahsun. (2022).Linguistik Forensik Linguistik. Memahami Forensik Berbasis Teks dengan Analogi DNA. Depok: Rajawali Press.
Santoso, I. (2013). Mengenal linguistik forensik: Linguis sebagai saksi ahli. Universitas Negeri Yogyakarta.
Penulis
SAFRIZAL
Balai Bahasa Provinsi Aceh
