Langit sore itu seolah – olah menangis bersama hati Rina.
Gerimis hujan membasahi tanah, membuat udara serasa hening sejenak. Di ujung padang rumput kecil itu, Rina duduk sendirian, memeluk erat lutut nya sambil merenung. Mengingatkan nya atas sebuah kejadian kemarin, yaitu sebuah lukisan yang yang susah payah ia buat – tentang senja yang indah dan penuh warna dan ditolak dalam sebuah perlombaan seni di sekolah.
“Rina, mungkin saja kamu belum cukup berbakat di bidang melukis.” Ucapan itu masih terngiang – ngiang di kepala rina, dan menggantung seperti awan kelabu.
Ia memandang ke atas. Dan terlihat langit berwarna jingga keunguan, sebagai pertanda malam akan segera datang. Air mata bercampur gerimis sang hujan. Rina pun menghela nafas panjang, dia merasa semua mimpi – mimpinya sudah runtuh bersama rintihan hujan.
“Rina!”
Suara itu menghentikan lamunannya. Ari, sahabat masa kecilnya, berlari dan mendekati Rina, membawa dua bungkus roti.
“Apa yang kamu lakukan di sini Rina?” tanya Ari, tersenyum walaupun nafasnya ngos-ngosan.
Rina cuman menggelengkan kepalanya. Ia tak sanggup untuk bercerita. Hanya diam, membiarkan dunia lewat begitu saja.
Ari duduk di sampingnya. Dan disitu mereka hanya terdiam, ditemani gerimis hujan.
Lalu perlahan, hujan berhenti.
“Hei, lihat….” bisik Ari sambil menunjuk ke arah langit.
Rina mendongak.
Di antara warna orange dan unggu senja, melengkung sebuah pelangi. Warnanya samar – samar, tapi bisa membuat mata siapapun terpukau dengan keindahannya.
Rina terdiam.
Sejenak, semua beban di kepalanya terasa lebih ringan.
” Kamu tahu, Rina,” kata Ari pelan, ” Pelangi ngak akan pernah muncul kalau nggak ada hujan. Sama kayak kamu, mungkin sekarang memang rasanya berat…tapi mungkin, semaunya ini perlu, supaya ‘ pelangi mu dan keindahanmu bisa muncul nanti.”
Rina menatap Ari.
Ucapan yang sangat sederhana itu terasa menancap di dalam – dalam di hatinya Rina.
Ia tersenyum kecil untuk pertama kalinya hari itu.
Senja beranjak menuju malam, menutup langit dengan selimut yang begitu gelap. Tapi di dada Rina, seberkas cahaya kecil mulai menyala — harapan yang baru, seperti pelangi di ujung senja.
Yuni Suriyanti
Pidie
Tadris Bahasa Indonesia
Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe
